(Membedah
idiologi IMM)
Membincang masalah idiologi, patut kiranya kita
merujuk pada sosok yang otentik, yaitu Destutt de Tracy, karena dialah yang
pertama kali menciptakan kata idiologi sebagai sebuah disiplin ilmu. De Tracy
lah yang pertama-tama membuat istilah ini dan kemudian dijadikan rujukan oleh
para tokoh dalam mendefinisikan apa itu Idiologi dalam konteks yang berbeda-beda,
termasuk ketika kita membincang masalah idiologi IMM.
Destutt de Tracy berpendapat jika idiologi
dalah kumpulan ide atau gagasan. Menurutnya, Idologi adalah visi yang
komprehensif. Dari definisi de Tracy tersebut, kita bisa menarik sebuah makna
yang sederhana, jika Idiologi IMM adalah kumpulan ide/gagasan yang disematkan
oleh Pendirinya, sekalipun IMM masihlah berafiliasi vertikal dengan
Muhammadiyah. Itu berarti, ketika membincang idiologi IMM, tidak bisa lepas
dari Muhammadiyah dan juga Pendirinya, yaitu KH. Ahmad Dahlan.
Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan,
itu berarti Kyai Dahlan lah peletak dasar ide/gagasan Muhammadiyah yang
kemudian menjadi Idiologi Muhammadiyah. Dalam Pandangannya, Kyai Dahlan memang
menjadikan Islam sebagi Instrument berfikir, maka tidak salah kalau kemudian
Idiologi Muhammadiyah maupun ortom dibawahnya termasuk IMM, menamai dirinya
sebagai Organisasi beridiologi Islam.
Namun Islam tentu memiliki perpektif yang luas,
Muhammadiyah dalam hal ini memposisikan dirinya sebagai Organisasi yang
dibangun dari spirit Islam dengan cara pandang yang dibangun oleh KH. Ahmad
Dahlan. Dalam Sejarah, KH. Ahmad Dahlan memperkenal ide/gagasan keislamannya
meliputi empat hal:
Pertama, Umat Islam harus memaknai KeIslamannya
sebagai sebuah kesadaran dan pemahaman, bukan karena budaya. Ini bisa tercemin
dengan kritik yang dilayangkan oleh Kyai Dahlan terhadap Masyarakar jawa kala
itu, dimana mereka menjalankan tradisi-tradisi yang bahkan mereka sendiri tidak
tahu asal usulnya, dan tidak tahu kenapa mereka melakukan ini.
Kedua, Kyai Dahlan menampilkan paradigma
KeIslaman yang terbuka. Itu bisa dilihat bagaimana Kyai Dahlan bergaul dengan
Belanda, Budi utomo, kaum non muslim dan Masyarakat pinggiran. Bahkan Kyai
Dahlan masuk Budi utomo dan sekolah Kwek skool milik belanda untuk mengajarkan
Islam. Kala itu, Kyai yang dekat dengan belanda dan kejawen dianggap sangat
aneh. Keterbukaan Kyai Dahlan lainnya adalah ketika membuat konsep Pendidikan
klasikal yang mirip sekolah Belanda.
Ketiga, Kyai Dahlan mengajarkan Islam sebagai
sebuah bentuk dan nilai. Salah satunya ketika mengkaji surah Almaun, Ia
mengajarkan jika Alquran tidak hanya di hafal, tapi juga diamalkan dalam bentuk
yang lebih riil. Sehingga nilai-nilai Islam bisa termanifestasikan.
Keempat, Kyai Dahlan mengajak agar keberIslaman
kita menjadi alat untuk mengeluarkan Masyarakat dari kebodohan dan kemiskinan. Semakin
seseorang memahami Islam, maka semakin ia peka terhadap lingkungan dan mencoba
mengeluarkannya dari keterpurukan. Sikap ini diperlihatkan oleh Kyai Dahlan
dengan mendirikan PKO (Penolong kesengsaraan Oemum).
Setidaknya empat hal itulah yang bisa menjadi
acuan untuk membedah kembali Idiologi IMM sebagai Ortom Muhammadiyah. Sebuah ide/gagasan
awal dari KH. Ahmad Dahlam sebagai Pendiri Muhammadiyah merupkan sumber otentik
jika kita ingin kembali menggali nilai-nilai dasar Idiologi IMM ini. Wallohu’alam
_A Fahrizal
Aziz_