- -

Jamal Al Banna (1)


Salah satu tokoh yang sempat mengemuka dalam dunia Muslim kontemporer adalah Jamal Al Banna, ia adalah adik kandung dari Hasan Al Banna (Pendiri Gerakan Ikhwanul Muslimin). Pertama kali mendengar nama itu, saya langsung mengambil spekulasi: sebagai Adik kandung dari Hasan Al Banna, tentu firm pemikiran Jamal tidak akan jauh berbeda. Saya berfikir jika Jamal adalah “penerjemah ide” Hasan Al banna. Namun, beberapa waktu yang lalu saya sempat membaca begitu kontroversialnya sosok Jamal ini.

Ia adalah sosok intelektual Muslim asal mesir yang disebut memiliki corak pemikiran liberal. Dalam beberapa situs, ia dituliskan sangat kontroversial dan bahkan ada yang menuliskan ia ‘menyerang’ Alquran dan sunnah. Padahal ia adalah adik kandung Hasan Albanna dan juga pernah berkhidmat dalam Ikhwanul Muslimin, seperti yang kita tahu, IM adalah gerakan Islam yang sangat bersikukuh memperjuangkan syariat Islam.


Jamal sendiri pernah merasakan pengapnya dinding penjara, bahkan ia pernah mengatakan jika dalam ruangan itu ia merasakan gelap dan tak ada satu titik cahaya pun memasuki bilik penjaranya. Lalu ia berfkir satu hal, bagaimana jika di malam hari manusia tidak mendapati penerangan berupa lampu-lampu yang berpendar indah? Dan begitu resahnya ia ketika ternyata bola lampu yang menyinari hidup ini adalah karya orang ‘kafir’.

Pada masa dimana ia dipenjara, tensi dan iklim politik untuk kembali mengangkat syariat Islam semakin menyeruak. Sistem yang ada saat ini adalah sistem ‘kafir’ yang hanya akan medatangkan kekacauan dan malapetaka. Lantas, Jamal berfikir tentang penemuan kaum kafir yang ternyata tak juga mendatangkan kekacauan. Sebut saja bola lampu yang ternyata banyak memiliki manfaat untuk kehidupan manusia. Lalu, ia mengambil sebuah kesimpulan; jika tidak semua buatan orang kafir itu buruk.

Lalu, mulai dari itulah ia menjad sosok yang lebih toleran dan dalam beberapa kesempatan melayangkan kritik terhadap pemikiran ‘tradisional’ yang menolak segala hal yang datang diluar Islam. Hal inilah yang kemudian menjadikan Jamal tokoh yang kontroversial.

Dari Jamal Al Banna, harusnya kita belajar bagaimana bersikap lebih terbuka. Sifat menolak entitas yang lain, adalah suatu sikap tertutup yang hanya akan menghambat keberlangsungan peradaban. Perkembangan peradaban kian hari semakin kompleks, dan Islam sebagai Agama yang mampu beradaptasi dengan segala lapisan jaman harusnya menunjukkan sikap terbukanya dan kemudian menjadikannya kendaraan untuk menyuarakan nama-nama Allah (Islamisasi).

Sikap tertutup dan mengutuki entitas bahkan agama lain adalah sikap klasik yang tak harus terulang dalam era yang kompleks seperti ini, terlebih ketika posisi Islam yang kini tengah terjungkir dari kilat peradaban teknologi Informasi. Kita harus belajar dari eropa, yang sedang mengalami masa kegelapan. Mereka bersifat terbuka dan kemudian menyerap pengetahuan dari Umat Islam yang membuatnya besar dan bahkan kini mengungguli.

Semoga kalaupun hari ini masih ada sifat tertutup dikalangan anak-anak muda kita, itu hanya sebatas riak-riak yang tak berarti. Dan semoga semakin banyak yang mau belajar untuk bagaimana kemudian sama-sama membangun Agama, dalam warna yang lebih terbuka dan beriring jaman. Jamal Al Banna, bisa menjadi referensi yang baik. Wallohu’alam.

Oleh : A Fahrizal Aziz

Leave a Reply