Salah
satu tokoh yang sempat mengemuka dalam dunia Muslim kontemporer
adalah Jamal Al Banna, ia adalah adik kandung dari Hasan Al Banna
(Pendiri Gerakan Ikhwanul Muslimin). Pertama kali mendengar nama itu,
saya langsung mengambil spekulasi: sebagai Adik kandung dari Hasan Al
Banna, tentu firm pemikiran Jamal tidak akan jauh berbeda. Saya
berfikir jika Jamal adalah “penerjemah ide” Hasan Al banna.
Namun, beberapa waktu yang lalu saya sempat membaca begitu
kontroversialnya sosok Jamal ini.
Ia
adalah sosok intelektual Muslim asal mesir yang disebut memiliki
corak pemikiran liberal. Dalam beberapa situs, ia dituliskan sangat
kontroversial dan bahkan ada yang menuliskan ia ‘menyerang’
Alquran dan sunnah. Padahal ia adalah adik kandung Hasan Albanna dan
juga pernah berkhidmat dalam Ikhwanul Muslimin, seperti yang kita
tahu, IM adalah gerakan Islam yang sangat bersikukuh memperjuangkan
syariat Islam.
Jamal
sendiri pernah merasakan pengapnya dinding penjara, bahkan ia pernah
mengatakan jika dalam ruangan itu ia merasakan gelap dan tak ada satu
titik cahaya pun memasuki bilik penjaranya. Lalu ia berfkir satu hal,
bagaimana jika di malam hari manusia tidak mendapati penerangan
berupa lampu-lampu yang berpendar indah? Dan begitu resahnya ia
ketika ternyata bola lampu yang menyinari hidup ini adalah karya
orang ‘kafir’.
Pada
masa dimana ia dipenjara, tensi dan iklim politik untuk kembali
mengangkat syariat Islam semakin menyeruak. Sistem yang ada saat ini
adalah sistem ‘kafir’ yang hanya akan medatangkan kekacauan dan
malapetaka. Lantas, Jamal berfikir tentang penemuan kaum kafir yang
ternyata tak juga mendatangkan kekacauan. Sebut saja bola lampu yang
ternyata banyak memiliki manfaat untuk kehidupan manusia. Lalu, ia
mengambil sebuah kesimpulan; jika tidak semua buatan orang kafir itu
buruk.
Lalu,
mulai dari itulah ia menjad sosok yang lebih toleran dan dalam
beberapa kesempatan melayangkan kritik terhadap pemikiran
‘tradisional’ yang menolak segala hal yang datang diluar Islam.
Hal inilah yang kemudian menjadikan Jamal tokoh yang kontroversial.
Dari
Jamal Al Banna, harusnya kita belajar bagaimana bersikap lebih
terbuka. Sifat menolak entitas yang lain, adalah suatu sikap tertutup
yang hanya akan menghambat keberlangsungan peradaban. Perkembangan
peradaban kian hari semakin kompleks, dan Islam sebagai Agama yang
mampu beradaptasi dengan segala lapisan jaman harusnya menunjukkan
sikap terbukanya dan kemudian menjadikannya kendaraan untuk
menyuarakan nama-nama Allah (Islamisasi).
Sikap
tertutup dan mengutuki entitas bahkan agama lain adalah sikap klasik
yang tak harus terulang dalam era yang kompleks seperti ini, terlebih
ketika posisi Islam yang kini tengah terjungkir dari kilat peradaban
teknologi Informasi. Kita harus belajar dari eropa, yang sedang
mengalami masa kegelapan. Mereka bersifat terbuka dan kemudian
menyerap pengetahuan dari Umat Islam yang membuatnya besar dan bahkan
kini mengungguli.
Semoga
kalaupun hari ini masih ada sifat tertutup dikalangan anak-anak muda
kita, itu hanya sebatas riak-riak yang tak berarti. Dan semoga
semakin banyak yang mau belajar untuk bagaimana kemudian sama-sama
membangun Agama, dalam warna yang lebih terbuka dan beriring jaman.
Jamal Al Banna, bisa menjadi referensi yang baik. Wallohu’alam.
Oleh
: A Fahrizal Aziz