Oleh
: A Fahrizal Aziz*
Menjelang setengah abad IMM, kita perlu
memikirkan dimensi yang paling fundamental dalam Organisasi ini, yaitu
Perkaderan. Dimana dimensi ini tidak terlalu populer untuk diperbincangkan,
meskipun sebenarnya selalu dijalankan melalui Darul Arqom. Namun, faktanya
selalu terlindas oleh isu politik ataupun yang lainnya. Tapi jika kita membaca
peta pergerakan IMM Malang, sebenarnya sudah muncul titik terang Perkaderan
yang barangkali bisa menjadi pelecut kebangkitan Organisasi yang didirikan oleh
Djasman Al Kindi dan kawan-kawan ini.
Di Malang sendiri, jumlah komisariat sudah
semakin banyak, sudah mencapai 21 komisariat. Dari jumlah komisariat yang
sebanyak itu, tentu secara kuantitatif jumlah kader IMM semakin banyak. Dan
jika demikian, kedepan Muhammadiyah tidak perlu khawatir kehabisan stock kader,
terlebih pergerakan komisariat kini juga sudah mulai berada pada titik
akumulatif; kita harus terus brdakwah.
Salah satu indikator dari titik-titik pencerahan
itu adalah terbangunnya sebuah komunitas yang diusung oleh kader-kader IMM
seperti dari UB, UIN, UM, Ikip Budi Utomo dan Universitas Kanjuruhan yang
beberapa waktu lalu dinamai Almaun Community dan lahirnya diskusi kultural yang
semakin menunjukkan kepedulian tinggi mereka tentang IMM.
Lahirnya wacana cabang baru kemarin seharusnya
mampu menjadi oase ditengah gersangnya kepedulian Kader terhadap nasib IMM, dan
jika dipandang dari segi positif, seharusnya wacana cabang baru itu mampu
menjadi penguat perkaderan yang selama ini lumpuh karena kita terlalu sibuk
mengurus adminitratif yang tak kunjung usai.
Namun naas, wacana itu kemudian terlibas oleh
prosedur yang sangat melelahkan. Saya pikir, para kader yang memperjuangkan
cabang itu kemudian sudah muak dan enggan lagi peduli dengan IMM, ternyata saya
salah. Kepedulian mereka terhadap IMM begitu besar sampai-sampai membuat sebuah
wadah untuk perjuangan. Sekalipun wadah itu tidak akan pernah diakui bahkan
mungkin akan dicaci.
Tapi militansi yang tinggi untuk terus berjuang
itulah yang patut diapresiasi, karena menghasilkan kader yang demikian itu
tentu bukan perkara mudah, maka yang sudah ada harusnya menjadi buih yang terus
menularkan sikap positif kepada yang lainnya.
Beberapa kader yang kemudian bergerak dalam
komunitas itu ingin berjuang tanpa harus dipandang, dalam artian banyak sekali
kegiatan yang disusun karena roh Dakwah yang sudah berkobar, dan dari hasil
diskusi yang membincang nasib IMM tersebut, semua sepakat jika pergerakan IMM
harus kemudian dikembalikan pada sisi yang paling fundamental: Perkaderan dan
Dakwah.
Kedepan, saya yakin nuansa perkaderan kita akan
lebih terarah, dimana kita akan terus melahirkan kader yang menjadikan Dakwah
sebagai roh Gerakan, bukan sebatas formalitas agar progam berjalan atau hanya
sebatas kepentingan-kepentingan duniawi yang bersifat fatamorgana.
Hanya saja kita harus jujur, jika selama ini
kita belum punya konsep secara utuh bagaimana membentuk kader yang memiliki
militansi tinggi, religiusitas yang baik, Intelektual yang cemerlang dan
Humanitas yang kuat, tapi kita patut bersyukur karena kita tidak pernah
kehilangan teladan.
Semoga, kedepan akan terus lahir kader yang
memiliki militansi tinggi, tidak hanya sekedar untuk meraih kepentingan sesaat,
tetapi semangat untuk terus menggagas progam-progam sebagai bentuk Dakwah yang
rill serta semakin memperkuat ukhuwah kita. Wallohu’alam
*Sekretaris
Umum Almaun Community Malang